Sabtu, 10 November 2007

Daily Bread

"For I through the law am dead to the law, that I might live unto God. I am crucified with Christ: nevertheless I live; yet not I, but Christ liveth in me: and the life which I now live in the flesh I live by the faith of the Son of God, who loved me, and gave himself for me" (KJV Galatians 2:19, 20)


Senin, 12 November 2007

MOTIVASI YANG BENAR
Matius 5:33-37

Paling tidak sudah dua tahun kita mengamati perayaan Natal di Indonesia dengan perasaan haru, tanda tanya dan tercengang! Dikatakan demikian karena suasana haru natal tahun 2005 masih segar dalam ingatan kita. Bahkan sisa-sia penderitaan yang ditimbulkannya juga belum pulih benar. Dalam perayaan Natal 2005, kita diingatkan dengan peristiwa tsunami di beberapa daerah di Indonesia bagian Barat, secara khusus Sumatera bagian utara (Aceh dan Nias). Melalui peristiwa tersebut, memunculkan tanda tanya dalam diri setiap insan yang ada di Indonesia. Timbul pertanyaan, apa arti peristiwa tersebut bagi peradaban manusia? Atau, apakah peristiwa tersebut murni hanya masalah bencana alam, yang di dalamnya Tuhan semesta alam tidak tahu dan tidak mau tahu? Sembari kita semua masih bertanya dan memohon hikmat pencerahan pemikiran dari Roh Kudus Tuhan untuk menyingkapkan arti peristiwa itu bagi kita, kembali kita semua pada perayaan natal tahun 2006 dibuat tercengang! Sama seperti Amos pada masa PL yang meratapi bangsa Israel akibat aneka ragam persoalan hidup yang membelit: pergumulan memaknai hidup yang berarti, adanya perkosaan keadilan, rasa tenteram yang palsu, dll problem masyarakat (Am 5:1-27); kita juga sebagai warga gereja di penghujung tahun 2006 ikut tercengang! Betapa tidak? Lihatlah! Ketika di beberapa daerah di Indonesia bagian timur di landa penderitaan kelaparan, busung lapar dan bencana kekeringan, impor beras menjadi komoditas perdebatan publik yang tidak ada habis-habisnya. Belum lagi satu masalah diselesaikan, timbul masalah baru: Banjir tenggelamkan enam desa di Langkat Sumatera Utara (Kompas, 23/12/2006). Besoknya, Aceh dikepung banjir, 70.000 orang mengungsi (Kompas, 24,12/2006). Apa arti semua ini? Apakah itu hanya masalah “mereka” dan bukan menjadi masalah “kita?” kalau begitu, siapa mereka dan siapa kita?

Bagaimana respon kita menyambut natal 2007 ini? Apakah masih ada pesona Firman yang melekat di dalam relung hati kita yang terdalam? Sebagai gereja (ekklesia) yang dipanggil Tuhan dari kegelapan kepada terang yang ajaib (1Pet 2:9), setiap orang percaya diberikan Tuhan semesta alam mandat untuk memasuki ruang “kekitaan.” Itu artinya yang dikedepankan adalah kita dan bukan keterasingan dengan kata “mereka.“ Tuhan menginginkan kekitaan. Dengan kekitaan berarti masalah, problem, tantangan adalah juga bagian kita bersama. Penderitaan saudara-saudara kita di tempat lain: akibat banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kelaparan, kekurangan gizi, kesulitan ekonomi, kesulitan menyekolahkan anak akibat kekuarangan biaya, sakit, dll adalah juga bagian kita bersama. Gereja dipanggil untuk berperan atas masalah yang demikian. Untuk itu dibutuhkan motivasi yang benar dalam mengikut jalan Tuhan: jangan ada kepalsuan dan jangan bersumpah apapun, melainkan berikanlah wujudnyata karya di tengah dunia ini. Orang percaya tidak dipanggil untuk bersumpah, tetapi berjanji dan menunjukkan karya di tengah dunia yang semakin bengkok ini (Mat 5:33-37). Itulah tugas kita bersama. Mari sebagai warga gereja kita memasuki tahun 2007 dengan janji menata motivasi kita mengikut Tuhan Yesus. Motivasi mempengaruhi kualitas, termasuk kerohanian kita. Soli Deo Gloria. Amen. (jmd)


Selasa, 13 November 2007

Manusia Hidup Bukan Dari Makanan Saja!
Ulangan 8:1-3

Rick Warren dalam bukunya yang berjudul The Purpose Driven Life, Kehidupan yang digerakkan oleh tujuan menjadi buku paling laris sepanjang kurun waktu tahun 2002-2005 mengatakan bahwa hidup manusia di dunia adalah seperti seseorang yang sedang melakukan perjalanan. Jika dalam menempuh perjalanan itu dengan perencanaan yang matang dan dengan tujuan yang baik, maka perjalanan tersebut akan berhasil; sebaliknya akan terjadi jika tanpa perencanaan dan tujuan.

Bahkan Rick Warren berhipotesa bahwa rata-rata hidup manusia dewasa ini sekitar 25.550 hari atau sekitar 70 tahun. Dengan sedikit beriklan, dia mengatakan bahwa akan sangat rugi jika dengan waktu 25.550 hari hidup manusia yang diberikan Tuhan tidak sempat memberikan waktu 40 hari saja untuk membaca buku tersebut. Tentu akan sangat bijak jika 40 hari dapat disisihkan untuk membaca buku tersebut dari waktu hidup yang diterima manusia yang rata-rata 25.550 hari.

Anjuran dari Rick Warren itu betul! Seringkali untuk menyisihkan waktu yang perlu untuk kehidupan kekekalan, manusia tidak memberi sedikitpun waktu. Sementara untuk mengurus kefanaan sangat sibuk luar biasa. Nats ini sebetulnya sangat relevan dengan yang pernyataan Tuhan Yesus dalam Matius 6:33, yang mengatakan bahwa harus mencari yang utama dan yang pertama terlebih dahulu baru mencari yang lain di dalam hidup ini. Yang utama dan pertama adalah Kerajaan Allah dan kebenarannya. Bahkan perintah ke-3 dari sepuluh hukum menekankan agar menguduskan hari sabat!

Setelah mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya, maka yang lain menjadi proritas kedua. Firman Tuhan mengajarkan bahwa makanan jasmani bukan prioritas pertama. Makanan rohani adalah yang utama dan yang pertama. Memang makanan secara jasmani penting tetapi bukan hal yang sangat terpenting. Makanan hanya untuk daging tetapi rohani adalah untuk Roh dan kebenaran. Artinya, manusia akan hidup seutuhnya jika dia hidup dalam kebenaran firman Tuhan (Ul 8:3). Ingat contoh ketika Tuhan Yesus lapar dan dicobai iblis dalam Lukas 4:4? Tuhan Yesus memberikan arti dan nilai makanan jasmani dan memberikan arti dan nilai hidup di dalam Tuhan, bahwa manusia hidup bukan dari roti (makanan) saja, melainkan hidup di dalam kebenaran Firman Tuhan. Itulah makna kekristenan sejati: Hidup di dalam kebenaran Firman Tuhan! Sebagai warga gereja, mari kita mengubah cara pandang kita mengisi aktivitas dunia kita dengan mengutamakan Tuhan di atas segala-galanya. Amen. Soli Deo Gloria. (jmd)


Rabu, 14 November 2007

Motivasi Bersedekah!
Matius 6:1-4

Hampir semua orang dewasa memahami arti “bersedekah” secara umum. Bahkan kita mengartikannya sebagai “pemberian” secara cuma-cuma dan apa adanya. Dalam pemahaman kita bersama, bersedekah itu tidak dibatasi oleh ruang privaci agama, status sosial, umur, jenis kelamin, penampilan, dll. Ketika ada yang menyodorkan tangan, kantong plastik, kotak amal, bahkan proposal “sangat sederhana” secara otomatis biasanya kita merogoh saku, membuka tas atau dompet dan menyodorkan “sekenanya” sebagai respon. Intinya, kita memberikan sesuatu. Karena memang dalam situasi yang demikian singkat dan rawan, misalnya ketika kita di dalam mobil sementara orang lain yang mengulurkan tangannya berada di luar, tidak ada waktu untuk membahas, menganalisa, mempertimbangkan atau meminta pendapat orang lain. Jadi sangat wajar sebenarnya jika respon setiap orang diwakili kata “sekenanya.” Artinya memberikan seadanya saja. Itupun terkadang jika kita lagi senang atau paling tidak sedang lagi sukacita.

Tetapi sesungguhnya, ketika kita renungkan nats di dalam Matius 6:1-4, kita menermukan arti bersedekah yang sesungguhnya. Kata sedekah diterjemahkan dari bahasa Yunani: eleemosune, yang artinya adalah memberikan sesuatu dengan tulus hati bagi orang lain yang sangat membutuhkan. Pemberian dengan tulus hati karena mengasihi Tuhan itulah pemberian secara sedekah. Jika dirunut ke akar kata dari sedekah, maka kita menemukan bahwa asal-usul dari kata sedekah adalah dari bahasa Ibrani: tsedeq yang artinya adalah benar. Jadi orang yang melakukan sedekah adalah orang yang benar, tulus hati karena mengasihi Tuhan, sehingga tergerak untuk memberikan sesuatu (barang atau uang) kepada orang miskin.

Melalui nats ini, kita menemukan juga bahwa Tuhan Yesus “mengecam” orang-orang yang melakukan kewajiban agama Yahudi hanya untuk mendapat pujian. Kategori orang yang melakukan demikian: tidak mendapat upah di Sorga (ay 1,2). Artinya, perbuatan itu hanya sia-sia belaka. Oleh karena itu Tuhan Yesus menekankan “motivasi” dalam memberikan persembahan atau pemberian untuk orang-orang miskin sangat penting. Bukan jumlahnya, bukan siapa yang mempersembahkan, tetapi apa motivasinya. Jika benar dan tulus hati, maka Tuhan melihat hal itu sebagai tsedeq kebenaran dengan demikian Tuhan membalasnya dengan memberikan berkelimpahan. Sebagai warga gereja, mari kita mempesembahkan yang terbaik untuk Tuhan. Memberikan karena mengasihi Tuhan atau untuk dilihat oleh orang lain. Pilihan ada di tangan kita. Beri yang terbaik bagiNya!. Amen. Soli Deo Gloria (jmd)


Kamis, 15 November 2007

Mengikut Yesus Keputusanku!
Matius 4:18-22


Setiap kita punya banyak alasan untuk mengikut Yesus. Dan faktanya sekarang kita pasti mengakui bahwa kita adalah para pengikut Yesus Kristus. Tapi bagaimana dengan konsistensi kita, sebagai pengikut Tuhan Yesus? Mari kita melihat sejarah, ketika Tuhan Yesus memanggil para muridNya. Seharusnya mereka mempunyai banyak alasan untuk menolak panggilan Yesus. Misalnya, “kami belum mengenal Engkau!, bagaimana kami bisa mengikutMu?” atau, “kalau kami mengikutimu, siapa yang mencari makan untuk anak dan istri kami?” atau, “Tuhan, kami ini orang bodoh, lebih Tuhan mencari orang yang pintar!” Beberapa alasan yang disebut di sini memang sangat wajar dan masuk akal. Tetapi mengherankan bahwa mereka tidak melawan atau mengajukan protes berdasarkan alasan-alasan yang wajar. Mengherankan, calon murid-murid adalah para nelayan, setelah menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu lalu mengikut Yesus.

Bahwa Yesus memanggil orang, masih terus berlangsung dari waktu ke waktu. Panggilan Yesus bukan saja agar orang menjadi Pendeta, atau rohaniawan-rohaniawan. Waktu itu Yesus memanggil Simon, Yakobus dan Yohanes bukan untuk menjadi Rasul, tetapi menjadi pengikutNya. Mereka dipanggil untuk menjadi penjala manusia. Tentu saja kata-kata dan perbuatan adalah jala yang baik untuk menjala manusia sejak dahulu sampai sekarang.

Yesus memanggil siapa saja untuk bebuat baik lewat kata-kata dan tindakan nyata. Kita dipanggil untuk saling mencintai. Kita dipanggil untuk hidup rukun penuh persaudaraan. Kita dipanggil untuk berlaku jujur, patuh dan bertanggungjawab di tempat kerja kita masing-masing. Kita dipanggil untuk berdoa sesuai bukan saja untuk diri dan kebutuhan kita, tetapi juga untuk orang lain, untuk bangsa dan negeri kita. Panggilan Yesus datang dalam pelbagai bentuk. Bagaimana dengan keputusan saudara, untuk mengikut Tuhan Yesus?


Jumat, 16 November 2007

Berdoa Menurut Ajaran Yesus
Matius 6:5-14

Agak aneh kedengaranNya ketika Tuhan Yesus berseru dan berdoa kepada Bapa di Surga. Ketika menghidupkan Lazarus dari kematian (Yoh 11:41,41), mengajar orang banyak di atas bukit (Mat ps 5-7), dan sampai mati di kayu salib, Tuhan Yesus “berseru” kepada Bapa di Surga. Bahkan ketika Tuhan Yesus bergumul di taman Getsemani (Mat 26:36-44), Tuhan Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Bapa di Sorga.

Alasan itu yang dijadikan orang-orang tertentu yang tidak mengakui Ketuhanan (Keilahian) dari Yesus Kristus. Jikalau Dia adalah Tuhan, maka tidak mungkin Dia memohon kepada “Kuasa” yang lebih tinggi dariNya. Berarti masih ada yang lebih “berkuasa” dariNya. Memang tidak secara hurufiah dijelaskan tentang Allah Tritunggal di dalam Alkitab. Tetapi Allah yang menyatakan DiriNya kepada manusia, melalui penyataan umum (alam semesta dan ciptaanNya) serta melalui penyataan khusus (FirmanNya dan InkarnasiNya ke dunia) membuktikan bahwa Allah itu adalah Allah Tritunggal. Artinya Allah Yang Esa (satu adanya) tetapi beroknum tiga, yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing.

Dengan memahami Allah Tritunggal ini, maka orang percaya bisa memahami arti, maksud dan tujuan doa yang dinaikkan Tuhan Yesus ketika berada di dunia dan doa yang Dia ajarkan kepada murid-murid dan pengikutNya. Ketika Tuhan Yesus berseru kepada Bapa di sorga saat di salib, biasanya kita disuguhi jawaban: “Yesus berdoa dari sisi kemanusiaanNya.” Jawaban itu benar, tetapi kurang akurat. Firman Tuhan menjelaskan bahwa Yesus berseru kepada Bapa di Sorga karena Yesus harus berseru untuk diriNya sendiri melalui representasi Allah Bapa. Artinya, Tuhan Yesus memperjelas keberadaanNya yang adalah Allah yangTritunggal. Bukan tiga, tetapi satu. Dalam nats ini, Tuhan Yesus mengajarkan orang banyak berdoa, dan sangat terkenal dengan sebutan: Doa Bapa kami (Mat 6:9-13), hendak menjelaskan bahwa berdoa menurut ajaran Tuhan Yesus adalah: (1) Berdoa di dalam kebenaran Allah Tritunggal. Konsep dan penghayatan harus utuh dan menyeluruh. Bapa, Anak dan Roh Kudus satu dan utuh serta tidak tercerai berai, (2) Menjadi pengikut yang mengarahkan sentralitas hidup yang utama kepada Bapa yang di Sorga. Tujuan hidup orang percaya adalah untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk kemuliaan diri sendiri, (3) Untuk memperjelas bahwa Allah berdaulat di dalam kehidupan manusia, termasuk dalam diri orang percaya. Amen. Soli Deo Gloria (jmd)



Sabtu, 17 November 2007

Pengajaran dan Hati yang Sehat
Matius 7:15-23

Teks ini merupakan bagian akhir kotbah Tuhan Yesus di bukit (ps 5-7). Ada sebagian orang yang hanya senang mendengar dan mengagumi Tuhan Yesus sebagai pengkotbah yang hebat, lebih dari ahli Taurat pada umumnya.

Masalahnya bukan hanya menyenangi kotbah Tuhan Yesus, tetapi apakah kotbah yang berisikan kehendak Allah itu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak.

Keaslian pengikut Kristus bukan hanya dari aktivitas rohani saja, melainkan melakukan kehendak Tuhan.
1. Orang harus waspada, atau sungguh-sungguh memperhatikan bahwa sesudah mereka mendapat pengajaran yang sehat dari Tuhan Yesus, akan datang pengajar-pengajar palsu. Yang nampaknya benar padahal palsu.
2. Keaslian pengikut Kristus akan terlihat dari buahnya, seperti pohon yang baik akan mengeluarkan buah yang baik.
3. Aktivitas rohani tidak selalu menggambarkan keadaan rohani yang sesungguhnya. Kalau kegiatan-kegiatan rohani hanya untuk memuliakan diri sendiri, sebenarnya adalah kegiatan semu dan palsu. Bahkan Tuhan tidak mau mengakui dan mengenalnya.

Karena itu, Tuhan menghendaki kita mendengar dan dengar-dengaran dengan Firman Tuhan. Tuhan menghendaki agar kita bukan hanya sebagai pendengar Firman Tuhan, namun juga sebagai pelaku Firman Tuhan.


Minggu, 18 November 2007

Hati Tulus atau Akal Bulus?
Matius 10:16-20

John Sung, seorang penginjil dan pengkotbah terkenal dari Tiongkok. Selama pelayanannya, ia sudah beberapa kali ke Indonesia. Mengadakan Kebaktian Penyegaran Rohani (KPR) di beberapa kota: pada tahun 1939 di Surabaya, di susul kunjungan kedua di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, bahkan sampai ke Ambon dan Makassar. Kebaktian-kebaktian KPR yang diadakannya memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kemajuan Injil Kerajaan Allah di Indonesia. Kotbah dan semangat pelayanannya “berapi-api”. Banyak orang kagum dan terkesima. Sungguh, Tuhan memakai John Sung menjadi saluran berkat bagi banyak orang. Banyak jiwa dimenangkan untuk Tuhan. Dan bukan hanya itu saja, hampir semua negara-negara Asia Tenggara dia kunjungi untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah.

Kerinduan John Sung, agar seluruh Asia Timur dan Asia Tenggara dimenangkan bagi Tuhan. Semangatnya sungguh luar biasa. Secara fisik seolah-olah tidak ada kelemahan. Tetapi sesungguhnya, dalam dirinya sendiri, ada penyakit yang dia derita: sakit pinggul, ginjal, dll kelemahan fisik. Tetapi kelemahan fisik sedikitpun tidak mengurangi semangatnya untuk mengabarkan Injil Kerajaan Allah. Hampir semua gereja-gereja di Asia Tenggara sudah mencatat, mengenang karya pelayanan John Sung dalam sejarah misi gereja di Asia, khususnya di Asia Tenggara.

Siapakah John Sung? John Sung (Sung Siong Geh) lahir di desa Hongchek (Hinghwa, Provinsi Fukien, Tiongkok Tenggara) pada tanggal 27 September 1901. John Sung biasa dipanggil dengan sebutan Yu-un yang artinya adalah kasih karunia Allah oleh ibunya, karena sejak mengandung John Sung, terjadi pertobatan dan menjadi Kristen sungguh-sungguh. Ayah dari John Sung adalah seorang pendeta Methodist. Ayahnya bersaudara dan beberapa orang penduduk desa adalah jemaat mula-mula Kristen di desanya pada tahun 1866. Perihal studi, John Sung memiliki pendidikan sains terbaik, bahkan mendapat medali emas untuk setiap degree yang dia lalui (dari tingkat sarjana sampai doktoral) di AS. Dalam setiap studi selalu dapat beasiswa prestasi. Spesialisasi yang menjadi keahliannya adalah kimia dan bahan peledak. Pada waktu itu, keahlian yang demikian sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh negara dan perusahaan. Tetapi John Sung lebih memilih untuk menjadi pemberita Injil. Pilihan yang demikian tentu sangat berat, tetapi dengan hati yang tulus John Sung meresponinya dengan bijak. Tuhan memberkati. Soli Deo Gloria. (jmd)